Oleh Nuruddin,S.Pd
Masalah dan solusi
Rasa malu merupakan gejala psikologis yang sering
muncul dalam diri individu bersifat naluriah dan alamiah artinya sudah
merupakan aspek perilaku manusia yang bersifat bawaan dan senantiasa melekat
dengan perikehidupan manusia. Dengan rasa malu manusia dapat mencapai
tujuannya, tetapi dengan rasa malu juga menjadi hambatan dan masalah dalam
prilakunya. Pada hakekatnya malu merupakan reaksi emosional manusia apabila ia
merasa kekurangan atau ketidaksesuaian keadaan diri dan prilaku dengan
lingkungannya.
Pada saat orang malu akan timbul berbagai reaksi
baik yang bersifat positif maupun reaksi jelek atau negative. Reaksi positif
orang malu akan berusaha mengatasinya dengan cara-cara yang benar dan
memberikan kepuasan tapi kalau reaksi negative orang malu akan mengisolasi
diri, selalu menyalahkan diri dan orang lain, bersikap serba salah bahkan
bersikap diluar batas kewajaran.
Ada beberapa paktor
yang menyebabkan anak menjadi pemalu :
1. Kekeliruan persepsi baik terhadap diri dan lingkungan, misalnya dia menganggap dirinya
sial sementara orang lain telah sukses.
2. Perkembangan yang kurang matang, penampilannya tidak sesuai
dengan tahapan perkembangannya misal si anak sudah dewasa namun masih bersikap
seperti anak kecil
3. Penilaian parsial, menilai diri sendiri dari satu aspek saja. Tidak
pernah menilai kemapuan diri secara utuh.
4. Keterbatasan kompetensi sosial, keterbatasan dalam melakukan
sosialisasi maupun interaksi dengan orang lain misalnya kurang mampu bergaul
dan berkomunikasi dengan orang lain.
5. Pendidikan keluarga yang kurang menunjang, Orang tua jarang melakukan
komunikasi, tidak pernah memberikan kasih sayang pada anaknya sehingga anak
merasa sendiri dan ditinggal keluarga,perlakuan yang kurang baik serta tidak
adanya keteladan dari orang tua.
6. Lingkungan yang kurang kondusif, terjadi persaingan dan
kesenjangan social yang tinggi, serta pergeseran nilai dan norma menyebabkan
anak kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitar akibatnya anak lebih banyak
mengurung diri.
Sebagai orang tua melihat anak tumbuh dengan rasa malu dan menjadi
pemalu dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan akan menjadi beban tersendiri,
dan tidak sedikit orang tua merasa kebingungan menghadapi sang buah hati yang
sangan pemalu dalam berinteraksi dengan orang lain.
Jangankan
menghadapi orang asing, untuk bermain dengan teman-teman sebaya saja dia bisa
saja merasa enggan.
Menghadapi kenyataan tersebut sebagai orang tua jangan pernah beranggapan malu sebagai
masalah penghambat perkembangan anak, karena sebagian besar anak pemalu
pada akhirnya dapat terbiasa dengan lingkungannya. Tetapi yang terpenting
adalah, bagaimana orang tua memberikan cukup stimulasi demi menumbuhkan
kepercayaan diri pada anak pemalu tersebut.
Orang tua sebaiknya jangan pernah
memberikan julukan pemalu
pada anak tersebut, entah sebutan tersebut sebatas julukan atau sebentuk excuse
atas sikapnya yang pemalu. Dengan memberikan sebutan pemalu, sebenarnya anak pemalu
tersebut tidak berfikir bahwa dia pemalu, tetapi jika terus-menerus disebut demikian, pada saatnya
nanti dia akan berfikiran bahwa ada yang salah pada dirinya dengan sebutan
demikian, jadi sebaiknya sebagai orang tua lebih baik mengatakan “agak lama
baginya untuk dapat bersosialisasi di lingkungan baru” ketimbang menyebutnya
pemalu.
Sifat
malu yang menyebabkan anak menjadi pemalu bukanlah merupakan
abnormalitas. Yang sering menjadi persoalan justru akibat dari pemalu itu
sendiri. Misalnya, ketika anak kita berada di rumah teman/tetangga, dan ingin
buang air kecil tetapi malu minta izin ke kamar mandi, sehingga menahan
keinginan buang air, dan akhirnya malah mengompol. Pemalu juga dapat
menjadi masalah, jika sifat ini menyebabkan potensi anak menjadi tidak tergali
dan tidak berkembang secara optimal. Lingkungan memegang peranan penting
terhadap pembentukan sifat pemalu ini. Mestinya orang tua menerima sifat
pemalu anak apa adanya tanpa mempermasalahkannya. Dorong anak untuk berani
keluar dan menghadapi dunia luar dengan percaya diri, sehingga ia merasa
kompeten, dan berkembang sesuai dengan potensi yang ada di dalam dirinya.
Mendorong seorang anak pemalu untuk berani menghadapi dunia luar tidak bisa
dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus dilakukan secara bertahap.
Lantas,
langkah apa yang mesti diambil agar anak lebih terbuka dan percaya diri? Simak
sejumlah saran yang diungkapkan oleh beberapa pakar berikut ini:
1.
Kontak mata (eyes
contact)
Kontak
mata adalah yang paling penting di dalam sebuah komunikasi, dengan kontak mata
maka pesan akan lebih efektif tersampaikan pada lawan bicara, dan tentu saja
pesan tersebut lebih meyakinkan ketimbang saat berbicara tanpa ada kontak mata.
Nah ajarkan si kecil untuk berbicara sambil ada kontak mata, jangan paksa dia,
namun gunakan cara yang halus.
Jika
si kecil masih merasa kurang percaya diri, katakan padanya untuk melihat hidung
si lawan bicara. Setidaknya trik ini akan mengelabui lawan bicara dan
seolah-olah sedang menatap matanya. "Adik,
ingat kan cerita soal pinokio? kalau dia bohong maka hidungnya akan memanjang.
Makanya kalau adik lagi ngomong sama orang lain adik nggak boleh nunduk, kalau
adik nunduk gimana dong bisa lihat hidungnya makin panjang atau nggak?"
Ketika berbicara dengan anak, minta ia selalu untuk menatap mata Anda. Dengan memaksa dan menerapkannya setiap waktu, lambat laun anak akan terbiasa melakukan kontak mata dengan lawan bicara.
Jika
anak tidak merasa nyaman menatap tepat di mata lawan bicara, ajarkan ia untuk
menatap puncak hidung di antara kedua mata orang di
hadapannya. Dengan praktik berulang kali, anak tidak akan memerlukan teknik ini
lagi dan lebih percaya diri untuk menatap langsung mata lawan bicaranya.
2.
Melatih percakapan
(Take and Give Conversation)
Buat
daftar berisi kalimat pembuka percakapan yang mudah
digunakan anak untuk bercakap-cakap dengan berbagai kelompok orang, misalnya
orang yang telah dikenalnya, orang dewasa yang belum pernah ditemuinya, teman
lama yang jarang dijumpainya, anak baru di sekolah, atau anak yang sering
bermain dengannya di taman bermain.
Setelah
itu, ajak anak berlatih menggunakan kalimat-kalimat tersebut sampai merasa
terbiasa dan nyaman mengucapkannya. Salah satu trik yang dapat digunakan adalah
mempraktikkan perbincangan via telepon dengan pendengar suportif di ujung lain.
Dengan demikian, anak tidak akan merasa setertekan seperti jika melakukan
pembicaraan tatap muka.
3.
Berlatih sosialisasi
(meet and greet)
Siapkan
anak untuk menghadiri acara sosial yang akan segera diselenggarakan dengan
menjelaskan latar, ekspektasi, serta para hadirin yang kira-kira datang ke
acara itu. Kemudian, bantu anak berlatih bagaimana cara bertemu orang lain, tata krama di meja makan,
keterampilan dasar berbicara, dan bagaimana cara mengucapkan salam perpisahan
dengan anggun.
sebaiknya
orang tua secara rutin mengajak anak berkunjung kerumah teman, tetangga,
kerabat, dan bermain disana. Kunjungan sebaiknya dilakukan pada teman-teman
yang berbeda. Selain secara rutin berkunjung, sebaiknya juga mengundang
anak-anak tetangga atau teman-teman sekolah untuk bermain di rumah
4.
Lawan
berlatih (Role playing)
Philip Zimbardo, yang terkenal sebagai pakar mengatasi rasa malu, merekomendasikan untuk memasangkan anak pemalu dengan anak yang lebih muda darinya untuk berlatih dalam periode singkat. Ciptakan kesempatan bagi anak untuk bermain dengan anak lain yang lebih muda darinya, misalnya adik, sepupu, anak tetangga, atau salah satu anak kenalanAnda.
Philip Zimbardo, yang terkenal sebagai pakar mengatasi rasa malu, merekomendasikan untuk memasangkan anak pemalu dengan anak yang lebih muda darinya untuk berlatih dalam periode singkat. Ciptakan kesempatan bagi anak untuk bermain dengan anak lain yang lebih muda darinya, misalnya adik, sepupu, anak tetangga, atau salah satu anak kenalanAnda.
Atau
lakukan role-playing bersama anak. Misalnya, anak belum tentu
berani berbicara pada pelayan toko, sekalipun didampingi orang tuanya. Maka,
ketika berada dirumah, orang tua dan anak bisa bermain peran seolah-olah sedang
berada ditoko dan anak pura-pura berbicara dengan pelayan. Role-playing
dapat dilakukan pada berbagai situasi, berpura-pura di toko, berpura-pura di
sekolah, berpura-pura ada di panggung, dan lainnya
Jika
anak yang pemalu berusia remaja, coba menyuruhnya
mengasuh anak kecil untuk mempraktikkan keahlian bersosialisasi yang enggan
dipraktikkannya dengan anak-anak seusianya.
5.
Satu lawan satu
Dr.
Fred Frankel, seorang psikolog dan pembentuk Program
Pelatihan Kemampuan Bersosialisasi UCLA, menyarankan permainan satu lawan satu
sebagai cara terbaik bagi anak untuk membangun rasa percaya diri.
Dorong
anak mengundang seorang temannya untuk bermain bersama selama beberapa jam
hingga saling mengenal dan mempraktikkan keahlian berteman. Sediakan makanan
kecil sebagai camilan dan cegah interupsi sedapat mungkin dari aktivitas
mereka. Jangan izinkan anak menyalakan televisi selama sesi bermain tersebut.
6.
Jadilah Contoh Yang
Baik
Jadilah
contoh buat anak, jangan hanya mendorong anak untuk percaya diri, tetapi
tunjukkan pada anak bahwa Anda orang tua yang percaya diri. Anak biasanya
mengamati dan belajar dari perilaku orang tuanya sendiri. Apapun usaha yang
dilakukan, tetaplah dampingi anak jangan langsung dilepaskan sendiri. Anak
mulai bisa dibiarkan melakukan seorang diri, jika rasa percaya dirinya sudah
berkembang.
7.
Penuh Kesabaran
Tak ada hal lain yang lebih penting ketimbang kesabaran Anda sebagai seorang ibu. Anak adalah adonan yang mudah rapuh, sehingga kita harus dengan hati-hati membentuknya menjadi kue yang cantik. Kesabaran adalah satu-satunya bumbu yang harus Anda miliki dalam menghadapi mereka. Tanpa kesabaran, Anda tak akan berhasil membentuk sebuah kue cantik.
Tak ada hal lain yang lebih penting ketimbang kesabaran Anda sebagai seorang ibu. Anak adalah adonan yang mudah rapuh, sehingga kita harus dengan hati-hati membentuknya menjadi kue yang cantik. Kesabaran adalah satu-satunya bumbu yang harus Anda miliki dalam menghadapi mereka. Tanpa kesabaran, Anda tak akan berhasil membentuk sebuah kue cantik.
Demikian,
apapun yang orang tua lakukan menghadapi dan mengatasi masalah anak yang
memiliki sifat pemalu, tentu janganlah dilepas sendirian begitu saja, janganlah
ia terus dibiarkan dengan keadaan sifat pemalunya itu, bimbinglah ia menjadi
anak yang penuh percaya diri dan selalu memberikan motivasi. Karena sesungguhnya anak apabila
orang tua peduli dan memberikan kasih sayang insya allah ia akan bangkit dan
tumbuh manjadi anak yang sempurna. Wallahu a’lam bissawab.
Sumber :
Muhammad Surya, “Bina keluarga” aneka ilmu
http://www.mediaindonesia.com