oleh Nuruddin
Pemilihan kepala daerah
sebetulnya menjadi sarana atau gawe rakyat dalam menentukan pemimpinnya secara
demoktaris, pilkada lahir setelah masa reformasi dan diharapkan mampu
melahirkan pemimpin yang murni pilhan rakyat, namun dinamika setiap pilkada
ditanah air kian hari kian memprihatinkan seakan pesta demokrasi berubah 180
derajat dibeberapa daerah rawan konflik misalnya terjadi pembakaran
gedung-gedung publik yang nota bene untuk pelayanan rakyat oleh pendukung
kontestan pilkada yang kalah atau kecewa, disamping itu juga terjadi badai
fitnah, saling adu domba (politik belah bambu dan dagang sapi) sudah diluar
batas norma agama, terputusnya hubungan silaturrahmi ditengah masyarakat hanya
gara-gara beda pilihan,jual beli suara
dan lain sebagainya.
Berubahnya makna
pilkada mencari pemimpin bersih dan murni pilhan rakyat sudah mulai bergeser,
masyarakat cendrung pragmatis dan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang
kebenarnnya belum bisa dipertanggung jawabkan. dan yang paling terasa dampaknya
ditataran masyarakat bawah (grass root)
adalah tercabik-cabiknya persatuan dan kesatuan, tidak hanya pengaruh ajang
pesta lima tahunan pilkada (pilgub/pilbup/pilwali) atau pilpres bahkan pilkades
dan pilkadus yang terjadi sepanjang tahun makin menghawatirkan kekuatan
persatuan dan kesatuan sebuah masyarakat dan akankah hal semacam ini akan selalu menjadi sisa negatif dari buah pemilihan langsung ? tentu sebagai masyarakat yang mengidam-idamkan hasil pemilihan melahirkan pemimpin berkualitas dan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya tidak menginginkan paska pemilihan masyarakat menjadi bercerai berai dan terlalu lama direndung perpecahan.
Kini kita sebagai
masyarakat harus mulai cerdas, makin dewasa belajar dari pengalaman dengan
menjunjung tinggi perbedaan. Sebenarnya, perbedaan bukanlah sesuatu yang bisa
dihindari. Setiap orang lahir dengan perbedaan dan keunikannya masing-masing mulai
dari perbedaan pilihan, pandangan,fisik, pola pikir, kesenangan, dan lain-lain.
Beda pilihan bukan berarti kita harus kelahi, bukan berarti kita harus saling
caci maki atau bahkan tidak saling sapa. Setiap orang memilih tentu punya
alasan sendiri dan itu harus di hargai. Jagalah ukhuwah wathaniyah
(kebangsaan), ukhuwah islamiyah (keislaman) dan ukhuwah insaniyah (kemanusiaan)
agara tercipta masyarakat yang damai, akur dan madani seprti yang didambakan
setiap orang Perbedaan ada bukan untuk dijadikan alat perpecahan. Banyak hal
positif yang bisa kita peroleh dengan perbedaan.