MARILAH KITA SENANTIASA BERKATA BAIK, BERBUAT YANG BAIK, BEKERJA DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH DAN SALING MEMBANTU ANTAR WARGA

Friday, 16 August 2013

MEMBANGUN OPTIMISME DI HUT RI KE 68


Momentum peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang setiap tahun kita peringati sudah selayaknya menjadi peringatan global bagi rakyat Indonesia, dalam mengenang jasa para pahlawan yang memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan di republik ini. Mereka telah rela mengorbankan jiwa dan raga untuk melawan penjajah serta menelurkan gagasan-gagasan brilian telah membawa pemikiran yang hingga kini masih dipegang teguh oleh kita semua yaitu Pancasila dan UUD. Memang terlihat seperti rutinitas yang sengaja diulang-ulang saja, ketika tiba tanggal 17 Agustus, serentak seluruh rakyat dibanjiri euforia kemerdekaan, di situ terngiang tentang kesejahteraan, kebahagiaan, keadilan, dalam pidato tahunan sang pemimpin, memberi angin segar dan harapan bagi seluruh rakyatnya baik yang ada di kolong jembatan, gelandangan, orang-orang miskin kelaparan kota dan desa, jaminan keamanan dan perdamaian seakan mendapat jaminan bahwa penderitaan mereka tidak akan lama lagi akan berakhir.
Mari kita lihat 68 tahun yang lalu, para ahli, para pejuang, para pendidik serentak kompak mengumpulkan kekuatan demi merebut kemerdekaan yang sudah menjadi milik kita semenjak raja-raja kuno masih berkuasa. Di tengah kondisi negara yang sangat memprihatinkan, pendidikan yang jauh dari standar, jiwa-jiwa mulia dengan berani mengatakan tidak pada kolonialis, dan bekerja keras demi sebuah pergerakan. Soekarno, Hatta, Syahrir, dll, sosok yang dinanti-nanti saat itu untuk menjawab keluh kesah rakyat dan keputusasaan. Inilah kekuatan mereka. Mental kepemimpinan penuh cita-cita yang diwariskan hingga saat ini tetap membekas membatu dalam diri tiap manusia Indonesia.

Tidak mudah memaknai sebuah kemerdekaan, waktu 68 tahun pun bahkan belum cukup dirasa. Dalam 23 tahun pertama semenjak 1945, tantangan begitu besar, pembelajaran tentang demokrasi, dari sistem presidensial hingga terpimpin. Arena ini dijadikan wadah belajar paling bersejarah bagi Indonesia, di mana balita yang mencoba untuk bangkit kemudian jatuh, hanya bentuk roda berkehidupan di tengah ambisi dan keegoisan banyak pihak. Setelah itu ada kekuatan militer yang berkuasa, pembangunan dan pengembangan dinomorsatukan, kekuatan terpusat, ekonomi kuat, rakyat diam, tak berani bergumam. Sehingga dibutuhkan 32 tahun lagi untuk belajar melihat arti dari sebuah reformasi. Di awal reformasi juga tidak mudah. Korupsi, pers yang melebihi batas, rahasia-rahasia baik menyangkut orang perorangan maupun negara terkuak ke publik, wakil rakyat yang meledak, budaya kesenian dan pulau yang dirampas, mafia, dan masih banyak lagi. Semua tersistemkan dengan rapi semenjak gelora reformasi dikumandangkan. Banyak yang mempertanyakan tentang apa saja yang akan direformasi, sistemnya? Atau orang-orangnya? Reformasi yang belum tuntas itulah yang menjadi agenda pekerjaan rumah kita hingga hari ini.
Apa yang terjadi sekarang? Apakah tetap meratapi nasib yang seperti ini? Pancasila dan UUD bukan sekedar pajangan di dinding-dinding sekolah. Tidak banyak orang menyadari roh yang dikandung dalam tulisan-tulisan itu. Betapa besar pengorbanan, tumpah darah, dan kemuliaan sejarah yang ditorehkan oleh mereka para pelopor. Betapa banyak kepentingan orang yang dipikirkan hingga lahirnya gagasan itu. Apakah kesejahteraan, keadilan, kebahagiaan bagi seluruh rakyat Indonesia akan tetap bertengger di panggung bernamakan “mimpi dan cita-cita” saja?
Anies Baswedan Rektor Universitas Paramedina mengatakan bahwa kesejahteraan rakyat yang ada dalam pancasila dan UUD adalah sebuah janji kemerdekaan! Benar sekali. Ini menandakan bahwa semua itu memang harus direalisasikan oleh segenap rakyat, seluruh golongan, tidak terkecuali. Bukan hanya jadi puisi indah bersama kibaran merah putih. Ini sudah jadi kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia yang sadar tentang nilai-nilai kemerdekaan.
Tidak ada lain yang patut kita pertaruhkan demi kemajuan di masa depan adalah sikap positif dan memiliki rasa optimis terhadap semua hal di negeri ini. Di tengah-tengah keterpurukan, bukan keluhan dan ratapan yang semestinya digembor-gemborkan, hanya akan menambah penderitaan saja karena energi negatif yang kita tanam dalam-dalam di hati sanubari kita sebagai bangsa yang putus asa tetap akan tumbuh menjulang. Pemuda indonesia sebagai generasi penerus dan yang mewarisi kemerdekaanlah yang memiliki ambisi positif, yang kerap mengutamakan pemikiran kepentingan global, yang akan siap mengembalikan tatanan jiwa-jiwa hampa dan sepi bangsa Indonesia yang telah sekian lama jatuh, untuk bersiap mengumpulkan kekuatan penuh demi kemajuan dan kemerdekaan yang sebenar-benarnya di masa yang akan datang. Kapan itu semua terlaksana? Seberapa siap kita menunaikan kewajiban untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki? Sudah pantaskah kita dikatakan sebagai agen perubahan? Marilah kita sebagai manusia indonesia yang diharapkan bisa membangun dan meneruskan perjuangan para pendiri bangsa dengan modal optimisme yang kita bangun maka pembangunan bangsa, daerah, desa kita akan semakin baik di masa mendatang.
Ada bebarapa hal yang mungkin dilakukan untuk membangun kembali optimisme kita dalam mengisi kemerdekaan :
1.   Temukan hal-hal positif dari pengalaman masa lalu, sepahit apapun pengalaman itu. Dalam kegagalan, sekalipun masih ada keberhasilan-keberhasilan kecil yang terselip, cobalah temukan keberhasilan itu dan syukuri keberadaannya. Upaya ini paling tidak akan mengobati sebagian dari perasaan hancur yang kita derita.
2.   Tata kembali target yang ingin kita capai. Jangan terbiasa membuat target yang berlebihan. Kita memang harus optimis, tapi kita perlu juga mengukur kemampuan diri sendiri. Kita juga perlu menelaah lebih jeli cara apa yang mungkin kita lakukan untuk mencapai target tertentu.
3.   Pecah target besar menjadi target-target kecil yang dapat segera dilihat keberhasilannya. Seringkali ada manfaatnya untuk melihat keberhasilan-keberhasilan jangka pendek dari sebuah target jangka panjang. Hal ini akan semakin menumbuhkan semangat dan optimisme dalam diri kita. Tentu kita harus terus mensyukuri apa yang kita peroleh dari capaian target-target kecil tersebut.
4.   Bertawakal kepada Allah. Menyadari adanya satu kekuatan yang dapat menolong kita di saat kita menghadapi rintangan merupakan modal dasar yang cukup ampuh dalam membangun optimisme. Bertawakal tentu harus dilakukan bersamaan dengan upaya kita memperbaiki target dan strategi pencapaiannya.
5.   Langkah terakhir kita perlu merubah pandangan kita terhadap diri sendiri dan kegagalan. Kita perlu lebih sayang dan menghargai diri sendiri. Jangan kita terus menerus mengejek diri sendiri. Potensi yang kita miliki harus terus dikembangkan dan tak boleh dinggap sepele.