Bulan
Muharram bagi umat Islam dipahami sebagai bulan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW
dari Makkah ke Madinah, yang sebelumnya bernama “Yastrib”. Sebenarnya
kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal 27 Shafar dan
sampai di Yastrib (Madinah) pada tanggal 12 Rabiul awal. Adapun pemahaman bulan
Muharram sebagai bulan Hijrah Nabi, karena bulan Muharram adalah bulan yang
pertama dalam kalender Qamariyah yang oleh Umar bin Khattab, yang ketika itu
beliau sebagai khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dijadikan titik awal mula
kalender bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah.
Memang kita
bisa merasakan bedanya peristiwa penyambutan tahun baru Masehi
dan tahun baru Islam (Hijriah). Tahun baru Islam disambut
biasa-biasa saja, jauh dari suasana meriah, tidak seperti tahun baru Masehi
yang disambut meriah termasuk oleh masyarakat muslim sendiri. Sebagai titik
awal perkembangan Islam, seharusnya umat Islam menyambut tahun baru Islam ini
dengan semarak, penuh kesadaran sambil introspeksi, merenungkan apa yang
telah dilakukan dalam kurun waktu setahun yang telah berlalu.
Dalam bahasa
Arab, hijrah bisa diartikan sebagai pindah atau migrasi.
Tafsiran hijrah disini diartikan sebagai awal perhitungan kalender Hijriyah,
sehingga setiap tanggal 1 Muharam ditetapkan sebagi hari besar Islam. Memang,
sejak hijrahnya Rasulullah ke Yatsrib, sebuah kota subur, terletak 400
kilometer dari Makkah, Islam lebih memfokuskan pada pembentukan masyarakat
muslim yang tidak kampungan dibawah pimpinan Rasulullah.
Jadi inti
dari peringatan tahun baru Hijriah adalah pada soal perubahan, maka ada baiknya
momen pergantian tahun ini kita jadikan sebagai saat saat untuk merubah menjadi
lebih baik. Itulah fungsi peringatan tahun baru Islam.
Ada 3 pesan
perubahan dalam menyambut Tahun Baru Hijriah ini, yaitu:
- Hindari
kebiasaan-kebiasaan lama / hal-hal yang tidak bermanfaat pada tahun yang lalu
untuk tidak diulangi lagi di tahun baru ini.
- Lakukan
amalan-amalan kecil secara istiqamah, dimulai sejak tahun baru ini yang nilai
pahalanya luar biasa dimata Allah SWT, seperti membiasakan shalat dhuha 2
raka’at, suka sedekah kepada fakir miskin, menyantuni anak-anak yatim, dll.
-
Usahakan
dengan niat yang ikhlas karena Allah agar tahun baru ini jauh lebih baik dari
tahun kemarin dan membawa banyak manfaat bagi keluarga maupun masyarakat muslim
lainnya.
Hijrah
Spiritual dan Hijrah Amaliah
Bagi kita
umat Islam di Indonesia, sudah tidak relevan lagi berhijrah berbondong-bondong
seperti hjrahnya Rasul, mengingat kita sudah bertempat tinggal di negeri yang
aman, di negeri yang dijamin kebebasannya untuk beragama, namun kita wajib
untuk hijrah dalam makna “hijratun nafsiah” dan “hijratul
amaliyah” yaitu perpindahan secara spiritual dan intelektual, perpindahan
dari kekufuran kepada keimanan, dengan meningkatkan semangat dan kesungguhan
dalam beribadah, perpindahan dari kebodohan kepada peningkatan ilmu, dengan
mendatangi majelis-majelis ta’lim, perpindahan dari kemiskinan kepada kecukupan
secara ekonomi, dengan kerja keras dan tawakal.
Pendek kata
niat yang kuat untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umat
sehingga terwujud “rahmatal lil alamin” adalah tugas suci bagi umat
Islam, baik secara indifidual maupun secara kelompok. Tegaknya Islam dibumi
nusantara ini sangat tergantung kepada ada tidaknya semangat hijrah tersebut
dari umat Islam itu sendiri.
Semoga dalam
memasuki Tahun Baru Hijria 1434 H Hijriyah ini, semangat hijrah Rasulullah
SAW, tetap mengilhami jiwa kita menuju kepada keadaan yang lebih baik dalam
segala bidang, sehingga predikat yang buruk yang selama ini dialamatkan kepada
umat Islam akan hilang dengan sendirinya, dan pada gilirannya kita diakui
sebagai umat yang terbaik, baik agamanya, baik kepribadiannya, baik
moralnya, tinggi intelektualnya dan terpuji.(tim RB)