MARILAH KITA SENANTIASA BERKATA BAIK, BERBUAT YANG BAIK, BEKERJA DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH DAN SALING MEMBANTU ANTAR WARGA

Monday 28 July 2014

Saling Memaafkan Di Hari Fitri



Lebaran bagi umat islam telah menjadi semacam realitas sosial budaya dan keagamaan yang melahirkan daya tarik dan keunikan tersendiri. Dalam khazanah Islam, perayaan atau hari raya terbesar kaum muslimin sesungguhnya adalah Idul Adha atau Idul Kurban (10 Zulhijah) yang diistilahkan sebagai Id al-akbar (hari raya besar), bukan Idul Fitri (1 Syawal) yang diistilahkan sebagai Id al-ashghar (hari raya kecil). Akan tetapi di Indonesia khususnya, yang terjadi justru sebaliknya, Idul Fitri itulah yang dianggap sebagai hari raya terbesar umat Islam.
Dalam momentum berlebaran banyak kegiatan keagamaan, sosial dan budaya yang menjadi kebiasaan atau tradisi yang sering kita temukan dilakukan oleh kaum muslimin seperti takbiran malam lebaran, ziarah kubur, bagi-bagi zakat, infaq dan sedaqah untuk anak yatim dan fakir miskin, bagi ibu-ibu khususnya membuat jajan/kue khas lebaran, bagi remaja/pemuda biasanya mengadakan kegiatan semacam lomba, bagi anak-anak biasanya membunyikan petasan, saling mengunjungi satu sama lain untuk berjabat tangan saling maaf memaafkan secara langsung maupun melalui pesan singkat atau jejaring sosial, membuat acara halal bilhalal, mudik atau pulang kampung bagi yang berada ditempat jauh dari keluarganya, beli baju baru, dan banyak lagi yang lainnya. 

Salah satu kegiatan untuk mengisi waktu lebaran idul fitri adalah tradisi silaturahmi saling memaafkan antara muslim yang satu dengan yang lain dan barangkali ini menjadi tren peristiwa berlebaran. Islam sebetulnya mengajarkan umatnya untuk bersilaturahmi maaf-memaafkan antar sesama tidak hanya dihari lebaran melainkan setiap saat namun mengapa kesadaran orang untuk saling memaafkan sangat tinggi pada suasana Lebaran? Jawabnya adalah pengaruh nilai ibadah puasa yang sudah dijalankan selama satu bulan itulah yang membawa naluri kesadaran seseorang untuk melakukannya agar kesempurnaan pahala ibadah puasa bisa diperoleh dengan saling memaafkan.

Rasulullah SAW sudah menjanjikan, siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan ihtisaban akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Dengan arti kata, kalau kita berhasil mencapai seperti yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW tersebut, tentu pada hari Lebaran sudah terbebas dari segala macam dosa. Secara keyakinan, dosa-dosa yang berhubungan dengan Allah telah diampuni. Namun, manusia harus saling memaafkan agar dosa sesama diampuni-Nya pula. Di sinilah pentingnya silaturahmi untuk menggalang persaudaraan, saling terbuka maaf-memaafkan, dan berbuat baik dengan sesama.
Memaafkan adalah proses untuk menghentikan perasaan dendam, jengkel, atau marah karena merasa disakiti atau dizhalimi. Pemaafan (forgiveness) sendiri, menurut ahli psikologi Robert D. Enright, adalah kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh-tidak-acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya secara tidak adil. Melengkapi pandangan Enright di atas, Thompson mendefinisikan pemaafan sebagai upaya untuk menempatkan peristiwa pelanggaran yang dirasakan sedemikian hingga respon seseorang terhadap pelaku, peristiwa, dan akibat dari peristiwa yang dialami diubah dari negatif menjadi netral atau positif.
Memaafkan memang tidak mudah. Butuh proses dan perjuangan untuk melakukannya. Para ahli sufi berkata bahwa memaafkan harus dilatih terus-menerus. Sifat pemaaf harus tumbuh karena ''kedewasaan rohaniah''. Ia merupakan hasil perjuangan berat ketika kita mengendalikan kekuatan ghadhab di antara dua kekuatan : pengecut dan pemberang. Sifat pemaaf menghias akhlak para nabi dan orang-orang saleh. Rohani mereka telah dipenuhi sifat Tuhan Yang Maha Pengampun (To err is human, but to forgive is divine).
Adanya kebaikan bagi diri kita dan bagi orang lain akan menjadikan memaafkan menjadi sesuatu yang mungkin dilakukan. Seorang ahli psikologi dari Universitas Stanford California, Frederic Luskin, pernah melakukan eksperimen memaafkan pada sejumlah orang. Hasil penelitian Luskin menunjukkan bahwa memaafkan akan menjadikan seseorang: (a) Jauh lebih tenang kehidupannya. Mereka juga (b) Tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung, dan dapat membina hubungan lebih baik dengan sesama. Dan yang pasti, mereka (c) Semakin jarang mengalami konflik dengan orang lain.

Para ahli psikologi mempercayai bahwa memaafkan memiliki efek yang sangat positif bagi kesehatan. Pemaafan (forgiveness) merupakan salah satu karakter positif yang membantu individu mencapai tingkatan optimal dalam hal kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual. Pada beberapa tahun belakangan, pemaafan semakin populer sebagai psikoterapi atau sebagai suatu cara untuk menerima dan membebaskan emosi negatif seperti marah, depresi, rasa bersalah akibat ketidakadilan, memfasilitasi penyembuhan, perbaikan diri, dan perbaikan hubungan interpersonal dengan berbagai situasi permasalahan. Pemaafan selanjutnya secara langsung mempengaruhi ketahanan dan kesehatan fisik dengan mengurangi tingkat permusuhan, meningkatkan sistem kekebalan pada sel dan neuro-endokrin, membebaskan antibodi, dan mempengaruhi proses dalam sistem saraf pusat.
Pada saat berpuasa, kesediaan kita untuk memaafkan juga tinggi. Kita memiliki semangat yang tinggi untuk memperoleh pahala dan menguras dosa-dosa kita. Maka, saat lebaran datang, kita bahkan mengobral pemaafan. Tetapi semoga pemaafan tidak hanya di bibir, tapi sampai di hati. Allâh ‘Azza wa Jalla melalui al-Qur’ân memberikan resep agar pemaafan tuntas, yakni memohonkan ampunan bagi mereka serta bermusyawarah. “Maka disebabkan rahmat dari Allâh-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Ali ‘Imron [3]: 159)

Dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak perkataan kita sampaikan ke orang lain dan begitu banyak perbuatan yang kita tunjukkan ke orang lain. Di antara puluhan hingga ratusan kata dan perbuatan itu, sangat mungkin sebagian di antaranya menyebabkan orang lain marah. Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah saw, “Barangsiapa pernah melakukan kedzaliman terhadap saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia memiliki amal shaleh, akan diambil darinya seukuran kedzalimannya. Dan jika dia tidak mempunyai kebaikan (lagi), akan diambil dari keburukan saudara (yang dizalimi) kemudian dibenankan kepadanya. (HR al-Bukhari).
Salah satu pengetahuan yang sudah lama kita simpan berkaitan dengan masalah ini adalah dosa orang tidak dimaafkan kecuali korban atau orang yang dirugikan memberi maaf. Memang ada kemungkinan orang yang menjadi korban dari perbuatan dzalim kita akan memberi maaf. Namun, ada kemungkinan juga dia tidak memberikan maaf. Dia simpan kebencian dan kemarahan dalam hatinya. Kalau itu yang terjadi, dosa tetap tersandang dalam diri kita.
Karenanya, pilihan yang lebih proaktif, yaitu meminta maaf, menjadi pilihan yang lebih menjamin kepastian dihapuskannya dosa-dosa. Meminta maaf jelas merupakan salah satu bentuk kerendahhatian (tawadhu’) pribadi dan tentu juga merupakan salah satu bentuk keberanian manusia.
Allah berfirman dalam surat ali imran ayat 135 yang artinya : ''Orang-orang yang apabila berbuat keji atau berbuat dosa, mereka ingat kepada Allah dan meminta maaf atas dosa-dosanya. Siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah. Dan, ia tidak mengulangi lagi apa yang dikerjakannya padahal mereka mengetahuinya''.
Marilah kita saling memaafkan agar pahala puasa kita sempurna dan menjadi manusia bertakwa di hari nan fitri ini. Memberi maaf atau meminta maaf sebetulnya tidak hanya di hari lebaran namun maaf memaafkan sebaiknya terjadi kapan saja sehingga hati dan jiwa manusia bersih dari penyakit hati dan dosa kepada Allah SWT.
Selamat Hari Raya Idul Fitri Minal A’idiin walfaidzin walmakbuliin,mohon maaf lahir bathin

Oleh Nuruddin